Selasa, 08 Februari 2011

Pemeriksaan Tingkat Kesadaran

Tingkat Kesadaran

Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadarankesadaran dibedakan menjadi :

1.Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya..
2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
4. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
5. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri.
6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya).

Perubahan tingkat kesadaran dapat diakibatkan dari berbagai faktor, termasuk perubahan dalam lingkungan kimia otak seperti keracunan, kekurangan oksigen karena berkurangnya aliran darah ke otak, dan tekanan berlebihan di dalam rongga tulang kepala.

Adanya defisit tingkat kesadaran memberi kesan adanya hemiparese serebral atau sistem aktivitas reticular mengalami injuri. Penurunan tingkat kesadaran berhubungan dengan peningkatan angka morbiditas (kecacatan) dan mortalitas (kematian).

Jadi sangat penting dalam mengukur status neurologikal dan medis pasien. Tingkat kesadaran ini bisa dijadikan salah satu bagian dari vital sign.

Penyebab Penurunan Kesadaran

Penurunan tingkat kesadaran mengindikasikan difisit fungsi otak. Tingkat kesadaran dapat menurun ketika otak mengalami kekurangan oksigen (hipoksia); kekurangan aliran darah (seperti pada keadaan syok); penyakit metabolic seperti diabetes mellitus (koma ketoasidosis) ; pada keadaan hipo atau hipernatremia ; dehidrasi; asidosis, alkalosis; pengaruh obat-obatan, alkohol, keracunan: hipertermia, hipotermia; peningkatan tekanan intrakranial (karena perdarahan, stroke, tomor otak); infeksi (encephalitis); epilepsi.

Mengukur Tingkat Kesadaran

Salah satu cara untuk mengukur tingkat kesadaran dengan hasil seobjektif mungkin adalah menggunakan GCS (Glasgow Coma Scale). GCS dipakai untuk menentukan derajat cidera kepala. Reflek membuka mata, respon verbal, dan motorik diukur dan hasil pengukuran dijumlahkan jika kurang dari 13, makan dikatakan seseorang mengalami cidera kepala, yang menunjukan adanya penurunan kesadaran.

Metoda lain adalah menggunakan sistem AVPU, dimana pasien diperiksa apakah sadar baik (alert), berespon dengan kata-kata (verbal), hanya berespon jika dirangsang nyeri (pain), atau pasien tidak sadar sehingga tidak berespon baik verbal maupun diberi rangsang nyeri (unresponsive).

Ada metoda lain yang lebih sederhana dan lebih mudah dari GCS dengan hasil yang kurang lebih sama akuratnya, yaitu skala ACDU, pasien diperiksa kesadarannya apakah baik (alertness), bingung / kacau (confusion), mudah tertidur (drowsiness), dan tidak ada respon (unresponsiveness).

Pemeriksaan GCS

GCS (Glasgow Coma Scale) yaitu skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan menilai respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan. Respon pasien yang perlu diperhatikan mencakup 3 hal yaitu reaksi membuka mata , bicara dan motorik. Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score) dengan rentang angka 1 – 6 tergantung responnya.

Eye (respon membuka mata) :

(4) : spontan

(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).

(2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku jari)

(1) : tidak ada respon

Verbal (respon verbal) :

(5) : orientasi baik

(4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang ) disorientasi tempat dan waktu.

(3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak dalam satu kalimat. Misalnya “aduh…, bapak…”)

(2) : suara tanpa arti (mengerang)

(1) : tidak ada respon

Motor (respon motorik) :

(6) : mengikuti perintah

(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri)

(4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat diberi rangsang nyeri)

(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).

(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).

(1) : tidak ada respon

Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol E…V…M…

Selanutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi adalah 15 yaitu E4V5M6 dan terendah adalah 3 yaitu E1V1M1.

Jika dihubungkan dengan kasus trauma kapitis maka didapatkan hasil :

GCS : 14 – 15 = CKR (cidera kepala ringan)

GCS : 9 – 13 = CKS (cidera kepala sedang)

GCS : 3 – 8 = CKB (cidera kepala berat)

Sumber silahkan klik disini

PTG (Penyakit Trofoblast GANAS)

PENYAKIT TROFOBLAS GANAS

I. Pendahuluan
Neoplasia trofoblas gestasional (GTN), mencakup spektrum Penyakit dengan berbagai potensi neoplastik dan merupakan salah satu penyakit keganasan padat yang langka pada manusia yang dapat disembuhkan bahkan saat sudah tersebar secara luas. Alasan untuk keberhasilan ini yaitu suatu penanda sensitif, beta-human chorionic gonadotropin (β-hCG), dan kepekaan terhadap berbagai agen dan kemoterapi modalitas lain seperti pembedahan dan radiasi. Penyakit trofoblastik gestasional (GTD) bisa jinak atau ganas. Secara histologis diklasifikasikan ke dalam mola hidatidosa, mola invasif (chorioadenoma destruens), koriokarsinoma, dan site plasenta trofoblastik tumor (PSTT). Mereka yang menyerang secara lokal atau metastasis secara kolektif dikenal sebagai neoplasia trofoblas gestasional (GTN). Mola hidatidosa adalah bentuk paling umum GTN. Sementara mola invasif dan koriokarsinoma adalah ganas, bentuk Molahidatidosa dapat bersifat ganas atau jinak.
Pada tahun 1983, WHO, kelompok ilmiah pada penyakit trofoblas gestasional menerbitkan rekomendasi spesifik mengenai terminologi definisi, klasifikasi, dan stadium dari penyakit trofoblastik. Pada dasarnya, penyakit trofoblas gestasional dapat dibagi ke mola hidatidosa dan tumor trofoblastik gestasional. Istilah neoplasia trofoblas gestasional tidak lagi digunakan karena mola invasif tidak sebetulnya suatu neoplasia. Koriokarsinoma adalah suatu bentuk kanker yang tumbuh cepat yang terjadi dalam rahim wanita (rahim). Merupakan sel yang abnormal dalam jaringan yang biasanya menjadi plasenta, organ yang berkembang selama kehamilan untuk memberi makan janin. Koriokarsinoma adalahsuatu bentuk dari PTG yang sifatnya ganas. Koriokarsinoma merupakan kanker pada manusia yang seringkali dapat diatasi dengan pemberian kemoterapi dan tidak jarang pasiennya dapat sembuh sekalipun penyakitnya sudah menyebar secara luas.Koriokarsinoma dapat tumbuh dari berbagai bentuk konsepsi baik kehamilan normal aterm, abortus, KET, kematian intrauterin, dan mola hidatidosa. Peluang terjadinya koriokarsinoma pascamola sekitar 1000 kali lebih besar dari pada sesudah suatu kehamilan normal.
II. Epidemiologi
Koriokarsinoma sangat jarang di amerika serikat dimana insidensnya hanya 1:40.000 kehamilan, tetapi dapat juga tinggi sekitar 1:114 di sebagian Asia. Koriokarsinoma telah dilaporkan sebanyak 1 dalam 500-600 di India, ke 1 dari 50.000 kehamilan di Meksiko, Paraguay, dan Sweden.Usia Insiden koriokarsinoma meningkat dengan usia dan 5-15 kali lebih tinggi pada wanita 40 tahun dan lebih tua daripada yang lebih muda.
III. Etiologi
Penyebab dari koriokarsinoma belum diketahui secara pasti.Koriokarsinoma merupakan suatu trofoblas normal yang cenderung menjadi invasif dan menyebabkan erosi pada pembuluh darah yang berlebihan. Metastase sering terjadi lebih dini dan biasanya sering melalui pembuluh darah, jarang melalui getah bening. Tempat metastase yang paling sering adalah pada paru-paru dan kemudian vagina. Padabeberapa kasus metastase dapat terjadi pada vulva, ovarium, hepar, ginjal, dan otak.
IV. Patofisiologi
Koriokarsinoma adalah merupakan tumor ganas yang dapat timbul dari jaringan trofoblastik beberapa minggu sampai beberapa tahun setelah semua jenis kehamilan. walaupun 50% pasien yang mengenai koriokarsinoma mempunyai kehamilan mola sebelumnya, 25% mengenai penyakit setelah jangka nornal kehamilan. aborsi, atau kehamilan ektopik. Koriokarsinoma trofoblastik menginvasi dinding uterus, menyebabkan kerusakan pada jaringan rahim, nekrosis, dan perdarahan. Tumor ini sering bermetastasis dan biasanya secara hematogen menyebar ke paru-paru, vagina, pelvis, otak, hati, usus, dan ginjal. Koriokarsinoma adalah aneuploid dan dapat heterozigot tergantung pada jenis kehamilan dari mana koriokarsinoma muncul. Jika mola hidatidosa mendahului koriokarsinoma, kromosom berasal dari paternal. Kromosom maternal dan paternal hadir jika suatu istilah koriokarsinoma mendahului kehamilan. Dari koriokarsinoma, 50% adalah didahului dengan molahidatidosa, 25% oleh aborsi, 3% oleh kehamilan ektopik, dan yang lain 22% dengan jangka penuh kehamilan.
V. Gambaran Klinis
Sebagian besar kasus koriokarsinoma didiagnosis ketika kadar hCG serum meningkat tinggi atau pasien yang diamati setelah diagnosa mola hidatidosa. Jika metastasis telah ada, tanda-tanda dan gejala yang berhubungan dengan penyakit metastasis, seperti hemoptisis, sakit perut, hematuria, dan gejala neurologis, telah ada. Perdarahan yang tidak teratur setelah berakhirnya suatu kehamilan dan dimana terdapat subinvolusio uteri, juga pendarahan dapat terus menerus atau intermitten dengan pendarahan mendadak dan terkadang masif. Pada pemeriksaan ginekologis ditemukan uterus membesar dan lembek.Lesi metastase di vagina atau organ lain. Pemeriksaan fisis pada pasien dengan koriokarsinoma telah memiliki tand-tanda metastase termasukn pembesaran uterus, masa pada vagina, dan tanda-tanda neurologis.
VI. Diagnosis
Diagnosis penyakit trofoblast ganas secara kilinis ditegakkan berdasarkan :
a) Anamnesis
  • Perdarahan yang terus menerus setelah evakuasi mola/kehamilan sebelumnya
  • Bila terjadi perforasi uterus, ditemukan adanya keluhan nyeri perut.
  • Bila ada lesi metastasis, maka dapat ditemukan gejala hemoptoe, melena, sakit kepala, kejang dan hemiplegia.
b) Pemeriksaan fisis
  • Uterus besar dan ireguler
  • Dapat terlihat adanya lesi metastasis di vagina/organ lain.
  • Ditemukan kista lutein bilateral yang persisten.
c) Pemeriksaan penunjang
  • Ditemukan kadar β-hCG yang menetap atau meninggi
  • Pada foto toraks dapat terlihat adanya lesi metastasis.
  • USG pelvis, hati dan ginjal untuk melihat adanya metastasis.
  • Bila ada metastasis di hati maka dapat ditemukan gangguan fungsi hati
  • CT-Scan kepala bila ada indikasi kelainan saraf
VII. Stadium
Stadium I : Bila proses masih terbatas di uterus12
Stadium II : Bila sudah ada metastasis ke pelvis dan vagina.
Stadium III : Bila sudah ada metastasis ke paru.
Stadium IV: Bila sudah ada metastasi ke otak, hati, saluran pencernaan dan ginjal
Penilaian
Penanganan penyakit trofoblast ganas tergantung stadium dan hasil scoring (risiko rendah, sedang dan tinggi) Berdasarkan penentuan stadium diatas, maka stadium I dianggap sebagai kelompok risiko rendah, dan stadium 4 sebagai risiko tinggi.Stadium II dan III ditentukan apakah tergolong risiko rendah, sedang dan berat
berdasarkan skoring. Untuk menghitung apakah penderita tergolong risiko rendah, sedang atau tinggi.Lihat tabel scoring dibawah ini :
Bila nilai total :
  • < 4 =" risiko">
  • 5-7 = risiko sedang
  • >8 = risiko tinggi
VIII. Diferensial diagnosis
Diferensial diagnosis akan bergantung pada apakah atau tidak metastasis telah terjadi dan pada organ apa.Kehamilan Intrauterine yang normal perlu dikecualikan jika kadar hCG serum mulai meningkat pada pasien yang diamati setelah evakuasi dari mola hidatidosa.
IX. Pemeriksaan laboratorium.
  1. Serum hCG digunakan untuk menilai respon terhadap terapi dan status penyakit
  2. Perhitungan darah lengkap dapat membantu mendeteksi anemia
  3. Enzim hati bisa menjadi meningkat pada metastasis ke hati.
sumber silahkan klik

Sabtu, 29 Januari 2011

Askep Mola Hidatidosa

Pengertian
  • Mola hidatidosa adalah chorionic villi (jonjotan/gantungan) yang tumbuh berganda berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah anggur atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. (Mochtar, Rustam, dkk, 1998 : 23)
  • Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus korialis langka, vaskularisasi dan edematus. Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah sebagai segugus buah anggur. (Wiknjosastro, Hanifa, dkk, 2002 : 339)
  • Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal di mana hampir seluruh villi kariolisnya mengalami perubahan hidrofobik.(Mansjoer, Arif, dkk, 2001 : 265)
  • Mola hidatidosa adalah kelainan villi chorialis yang terdiri dari berbagai tingkat proliferasi tropoblast dan edema stroma villi. (Jack A. Pritchard, dkk, 1991 : 514
  • Mola hidatidosa adalah pembengkakan kistik, hidropik, daripada villi choriales, sdisertai proliperasi hiperplastik dan anaplastik epitel chorion. Tidak terbentuk fetus ( Soekojo, Saleh, 1973 : 325
  • Mola hidatidosa adalah perubahan abnormal dari villi korionik menjadi sejumlah kista yang menyerupai anggur yang dipenuhi dengan cairan. Embrio mati dan mola tumbuh dengan cepat, membesarnya uterus dan menghasilkan sejumlah besar human chorionic gonadotropin (hCG) (Hamilton, C. Mary, 1995 : 104
Etiologi
1. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati , tetapi terlambat dikeluark
2. Imunoselektif dari tropoblast

3. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah

4.
Paritas tinggie.Kekurangan proteinf.Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas (Mochtar, Rustam ,1998 : 23)

Patofisiologi
Mola hidatidosa dapat terbagi menjadi

Mola hidatidosa komplet (klasik), jika tidak ditemukan janin

2. Mola hidatidosa inkomplet (parsial), jika disertai janin atau bagian janin.

Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit trofoblast :

Teori missed abortion. Mudigah mati pada kehamilan 3 – 5 minggu karena itu terjadi gangguan peredarah darah sehingga terjadi penimbunan cairan masenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung.

Teori neoplasma dari Park. Sel-sel trofoblast adalah abnormal dan memiliki fungsi yang abnormal dimana terjadi reabsorbsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehigga timbul gelembung.

Studi dari Hertig .Studi dari Hertig lebih menegaskan lagi bahwa mola hidatidosa semata-mata akibat akumulasi cairan yang menyertai degenerasi awal atau tiak adanya embrio komplit pada minggu ke tiga dan ke lima. Adanya sirkulasi maternal yang terus menerus dan tidak adanya fetus menyebabkan trofoblast berproliferasi dan melakukan fungsinya selama pembentukan cairan. (Silvia, Wilson, 2000 : 467

Manifestasi Klinik

Gambaran klinik yang biasanya timbul pada klien dengan ”mola hidatidosa” adalah :

a. Amenore dan tanda-tanda kehamilan

b. Perdarahan pervaginam berulang. Darah cenderung berwarna coklat. Pada keadaan lanjut kadang keluar gelembung mola.

c. Pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.

d. Tidak terabanya bagian janin pada palpasi dan tidak terdengarnya BJJ sekalipun uterus sudah membesar setinggi pusat atau lebih.e.Preeklampsia atau eklampsia yang terjadi sebelum kehamilan 24 minggu. (Mansjoer, Arif, dkk , 2001 : 266)

Anatomi Fisiologi

Anatomi Uterus adalah organ yang tebal, berotot, berbentuk buah pear, terletak dalam rongga panggul kecil di antara kandung kemih dan anus, ototnya desebut miometrium dan selaput lendir yang melapisi bagian dalamnya disebut endometrium. Peritonium menutupi sebagian besar permukaan luar uterus, letak uterus sedikit anteflexi pada bagian lehernya dan anteversi (meliuk agak memutar ke depan) dengan fundusnya terletak di atas kandung kencing. Bagian bawah bersambung dengan vagina dan bagian atasnya tuba uterin masuk ke dalamnya. Ligamentum latum uteri dibentuk oleh dua lapisan peritoneum, di setiap sisi uterus terdapat ovarium dan tuba uterina. Panjang uterus 5 – 8 cm dengan berat 30 – 60 gram. (Verrals, Silvia, 2003 : 164).

Uterus terbagi atas 3 bagian yaitu :

· a. Fundus : bagian lambung di atas muara tuba uterine

· b). Badan uterus : melebar dari fundus ke serviks

· c). Isthmus : terletak antara badan dan serviks

Bagian bawah serviks yang sempit pada uterus disebut serviks. Rongga serviks bersambung dengan rongga badan uterus melalui os interna (mulut interna) dan bersambung dengan rongga vagina melalui os eksterna.

Ligamentum pada uterus : ada dua buah kiri dan kanan. Berjalan melalui annulus inguinalis, profundus ke kanalis iguinalis. Setiap ligamen panjangnya 10 – 12,5 cm, terdiri atas jaringan ikat dan otot, berisi pembuluh darah dan ditutupi peritoneum.Peritoneum di antara kedua uterus dan kandung kencing di depannya, membentuk kantong utero-vesikuler. Di bagian belakang, peritoneum membungkus badan dan serviks uteri dan melebar ke bawah sampai fornix posterior vagina, selanjutnya melipat ke depan rectum dan membentuk ruang retri-vaginal.

Ligamentum latum uteri : Peritoneum yang menutupi uterus, di garis tengh badan uterus melebar ke lateral membentuk ligamentum lebar, di dalamnya terdapat tuba uterin, ovarium diikat pada bagian posterior ligamentum latum yang berisi darah dan saluran limfe untuk uterus maupun ovarium.

Fisiologi

Untuk menahan ovum yang telah dibuahi selama perkembangan sebutir ovum, sesudah keluar dari overium diantarkan melalui tuba uterin ke uterus (pembuahan ovum secara normal terjadi dalam tuba uterin) sewaktu hamil yang secara normal berlangsung selama 40 minggu, uterus bertambah besar, tapi dindingnya menjadi lebih tipis tetapi lebih kuat dan membesar sampai keluar pelvis, masuk ke dalam rongga abdomen pada masa fetus.Pada umumnya setiap kehamilan berakhir dengan lahirnya bayi yang sempurna. Tetapi dalm kenyataannya tidak selalu demikian. Sering kali perkembangan kehamilan mendapat gangguan. Demikian pula dengan penyakit trofoblast, pada hakekatnya merupakan kegagalan reproduksi. Di sini kehamilan tidak berkembang menjadi janin yang sempurna, melainkan berkembang menjadi keadaan patologik yang terjadi pada minggu-minggu pertama kehamilan, berupa degenerasi hidrifik dari jonjot karion, sehingga menyerupai gelembung yang disebut ”mola hidatidosa”. Pada ummnya penderita ”mola hidatidosa akan menjadi baik kembali, tetapi ada diantaranya yang kemudian mengalami degenerasi keganasan yang berupa karsinoma.(Wiknjosastro, Hanifa, 2002 : 339)

Tes Diagnostika.

1) Pemeriksaan kadar beta hCG : pada mola terdapat peningkatan kadar beta hCG darah atau urin

2) Uji Sonde : Sonde (penduga rahim) dimasukkan pelan-pelan dan hati-hati ke dalam kanalis servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan, sonde diputar setelah ditarik sedikit, bila tetap tidak ada tahanan, kemungkinan mola (cara Acosta-Sison)

3) Foto rontgen abdomen : tidak terlihat tilang-tulang janini (pada kehamilan 3 – 4 buland.Ultrasonografi : pada mola akan terlihat badai salju (snow flake pattern) dan tidak terlihat janine.Foto thoraks : pada mola ada gambaram emboli udaraf.Pemeriksaan T3 dan T4 bila ada gejala tirotoksikosis (Arif Mansjoer, dkk, 2001 : 266)

Penatalaksanaan Medik

1. Penanganan yang biasa dilakukan pada mola hidatidosa adalah :

2. Diagnosis dini akan menguntungkan prognosis

3. Pemeriksaan USG sangat membantu diagnosis. Pada fasilitas kesehatan di mana sumber daya sangat terbatas, dapat dilakukan : Evaluasi klinik dengan fokus pada : Riwayat haid terakhir dan kehamilan Perdarahan tidak teratur atau spotting, pembesaran abnormal uterus, pelunakan serviks dan korpus uteri. Kajian uji kehamilan dengan pengenceran urin. Pastikan tidak ada janin (Ballottement) atau DJJ sebelum upaya diagnosis dengan perasat Hanifa Wiknjosastro atau Acosta Sisson

4. Lakukan pengosongan jaringan mola dengan segera

5. Antisipasi komplikasi (krisis tiroid, perdarahan hebat atau perforasi uterus)

6. Lakukan pengamatan lanjut hingga minimal 1 tahun. Selain dari penanganan di atas, masih terdapat beberapa penanganan khusus yang dilakukan pada pasien dengan mola hidatidosa, yaitu : Segera lakukan evakuasi jaringan mola dan sementara proses evakuasi berlangsung berikan infus 10 IU oksitosin dalam 500 ml NaCl atau RL dengan kecepatan 40-60 tetes per menit (sebagai tindakan preventif terhadap perdarahan hebat dan efektifitas kontraksi terhadap pengosongan uterus secara tepat). Pengosongan dengan Aspirasi Vakum lebih aman dari kuretase tajam. Bila sumber vakum adalah tabung manual, siapkan peralatan AVM minimal 3 set agar dapat digunakan secara bergantian hingga pengosongan kavum uteri selesai. Kenali dan tangani komplikasi seperti tirotoksikasi atau krisis tiroid baik sebelum, selama dan setelah prosedur evakuasi. Anemia sedang cukup diberikan Sulfas Ferosus 600 mg/hari, untuk anemia berat lakukan transfusi. Kadar hCG diatas 100.000 IU/L praevakuasi menunjukkan masih terdapat trofoblast aktif (diluar uterus atau invasif), berikan kemoterapi MTX dan pantau beta-hCG serta besar uterus secara klinis dan USG tiap 2 minggu. Selama pemantauan, pasien dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi hormonal (apabila masih ingin anak) atau tubektomy apabila ingin menghentikan fertilisasi.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

Proses keperawatan adalah metode kerja dalam pemberian pelayanan keperawatan untuk menganalisa masalah pasien secara sistematis, menentukan cara pemecahannya, melakukan tindakan dan mengevaluasi hasil tindakan yang telah dilaksanakan. Proses keperawatan adalah serangkaian perbuatan atau tindakan untuk menetapkan, merencanakan danmelaksanakan pelayanan keperawatan dalam rangka membantu klien untuk mencapai dan memelihara kesehatannya seoptimal mungkin. Tindakan keperawatan tersebut dilaksanakan secara berurutan, terus menerus, saling berkaitan dan dinamis.

Pengkajian.
Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisanya sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan bagi klien. Adapun hal-hal yang perlu dikaji adalah :

o Biodata : mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi ; nama, umur, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, perkawinan ke- , lamanya perkawinan dan alamat

o Keluhan utama : Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya perdarahan pervaginam berulang

o Riwayat kesehatan , yang terdiri atas :

Riwayat kesehatan sekarang yaitu keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah Sakit atau pada saat pengkajian seperti perdarahan pervaginam di luar siklus haid, pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.

Riwayat kesehatan masa lalu

o Riwayat pembedahan : Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien, jenis pembedahan , kapan , oleh siapa dan di mana tindakan tersebut berlangsung.

o Riwayat penyakit yang pernah dialami : Kaji adanya penyakit yang pernah dialami oleh klien misalnya DM , jantung , hipertensi , masalah ginekologi/urinary , penyakit endokrin , dan penyakit-penyakit lainnya.

o Riwayat kesehatan keluarga : Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang terdapat dalam keluarga.

o Riwayat kesehatan reproduksi : Kaji tentang mennorhoe, siklus menstruasi, lamanya, banyaknya, sifat darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe serta kaji kapan menopause terjadi, gejala serta keluahan yang menyertainya

o Riwayat kehamilan , persalinan dan nifas : Kaji bagaimana keadaan anak klien mulai dari dalam kandungan hingga saat ini, bagaimana keadaan kesehatan anaknya.

o Riwayat seksual : Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi yang digunakan serta keluahn yang menyertainya.

o Riwayat pemakaian obat : Kaji riwayat pemakaian obat-obatankontrasepsi oral, obat digitalis dan jenis obat lainnya.

o Pola aktivitas sehari-hari : Kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit, eliminasi (BAB dan BAK), istirahat tidur, hygiene, ketergantungan, baik sebelum dan saat sakit.

Pemeriksaan fisik, meliputi :

Inspeksi adalah proses observasi yang sistematis yang tidak hanya terbatas pada penglihatan tetapi juga meliputi indera pendengaran dan penghidung. Hal yang diinspeksi antara lain : mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan warna, laserasi, lesi terhadap drainase, pola pernafasan terhadap kedalaman dan kesimetrisan, bahasa tubuh, pergerakan dan postur, penggunaan ekstremitas, adanya keterbatasan fifik, dan seterusnya

Palpasi adalah menyentuh atau menekan permukaan luar tubuh dengan jari.

· Sentuhan : merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu, derajat kelembaban dan tekstur kulit atau menentukan kekuatan kontraksi uterus.

· Tekanan : menentukan karakter nadi, mengevaluasi edema, memperhatikan posisi janin atau mencubit kulit untuk mengamati turgor.

· Pemeriksaan dalam : menentukan tegangan/tonus otot atau respon nyeri yang abnormal

Perkusi adalah melakukan ketukan langsung atau tidak langsung pada permukaan tubuh tertentu untuk memastikan informasi tentang organ atau jaringan yang ada dibawahnya.

· Menggunakan jari : ketuk lutut dan dada dan dengarkan bunyi yang menunjukkan ada tidaknya cairan , massa atau konsolidasi.

· Menggunakan palu perkusi : ketuk lutut dan amati ada tidaknya refleks/gerakan pada kaki bawah, memeriksa refleks kulit perut apakah ada kontraksi dinding perut atau tidak

Auskultasi adalah mendengarkan bunyi dalam tubuh dengan bentuan stetoskop dengan menggambarkan dan menginterpretasikan bunyi yang terdengar. Mendengar : mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan darah, dada untuk bunyi jantung/paru abdomen untuk bising usus atau denyut jantung janin. (Johnson & Taylor, 2005 : 39)

Pemeriksaan laboratorium :

· Darah dan urine serta pemeriksaan penunjang : rontgen, USG, biopsi, pap smear.

· Keluarga berencana : Kaji mengenai pengetahuan klien tentang KB, apakah klien setuju, apakah klien menggunakan kontrasepsi, dan menggunakan KB jenis apa.

Data lain-lain :

· Kaji mengenai perawatan dan pengobatan yang telah diberikan selama dirawat di RS.Data psikososial.

· Kaji orang terdekat dengan klien, bagaimana pola komunikasi dalam keluarga, hal yang menjadi beban pikiran klien dan mekanisme koping yang digunakan.

· Status sosio-ekonomi : Kaji masalah finansial klien

· Data spiritual : Kaji tentang keyakinan klien terhadap Tuhan YME, dan kegiatan keagamaan yang biasa dilakukan.

Diagnosa Keperawatan yang Lazim Muncul

Secara singkat diagnosa keperawatan dapat diartikan : Sebagai rumusan atau keputusan atau keputusan yang diambil sebagai hasil dari pengkajian keperawatan. Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang digambarkan sebagai respon seseorang atau kelompok (keadan kesehatan yang merupakan keadaan aktual maupun potensial) dimana perawat secara legal mengidentifikasi, menetapkan intervensi untuk mempertahankan keadaan kesehatan atau menurunkan. (Carpenito, Lynda, 2001: 45)

Diagnosa keperawatan yang lazim muncul pada kasus ”mola hidatidosa” adalah :

1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan

3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri

4. Gangguan rasa nyaman : hipertermi berhubungan dengan proses infeksi

5. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan

6. Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah

7. Risiko terjadi infeksi berhubungan dengan tindakan kuretase

8. Risiko terjadinya gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan adanya perdarahan

Intervensi
Merupakan tahapan perencanaan dari proses keperawatan merupakan tindakan menetapkan apa yang akan dilakukan untuk membantu klien, memulihkan, memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Perencanaan keperawatan adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan yang telah ditentukan Tujuan :

1. Sebagai alat komunikasi antar teman sejawat dan tenaga kesehatan lain

2. Meningkatkan keseimbangan asuhan keperawatan

3. Langkah-langkah penyusunan :

4. Menetapkan prioritas masalah

5. Merumuskan tujuan keperawatan yang akan dicapai

6. Menentukan rencana tindakan keperawatan

DIAGNOSA I Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan

Tujuan : Klien akan meninjukkan nyeri berkurang/hilang

Kriteria Hasil :

· Klien mengatakan nyeri berkurang/hilang

· Ekspresi wajah tenang

· TTV dalam batas normal

Intervensi :

1) Kaji tingkat nyeri, lokasi dan skala nyeri yang dirasakan klien

Rasional : Mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan sehingga dapat membantu menentukan intervensi yang tepat

2) Observasi tanda-tanda vital tiap 8 jam

Rasional : Perubahan tanda-tanda vital terutama suhu dan nadi merupakan salah satu indikasi peningkatan nyeri yang dialami oleh klien

3) Anjurkan klien untuk melakukan teknik relaksasi

Rasional : Teknik relaksasi dapat membuat klien merasa sedikit nyaman dan distraksi dapat mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri sehingga dapat mambantu mengurangi nyeri yang dirasakan

4) Beri posisi yang nyaman

Rasional : Posisi yang nyaman dapat menghindarkan penekanan pada area luka/nyeri

5) Kolaborasi pemberian analgetik

Rasional : Obat-obatan analgetik akan memblok reseptor nyeri sehingga nyeri tidat dapat dipersepsikan

DIAGNOSA II

Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan

Tujuan : Klien akan menunjukkan terpenuhinya kebutuhan rawat diri

Kriteria Hasil :

ü Kebutuhan personal hygiene terpenuhi

ü Klien nampak rapi dan bersih

Intervensi :

1) Kaji kemampuan klien dalam memenuhi rawat diri Rasional : Untuk mengetahui tingkat kemampuan/ketergantungan klien dalam merawat diri sehingga dapat membantu klien dalam memenuhi kebutuhan hygienenya

2) Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari Rasional : Kebutuhan hygiene klien terpenuhi tanpa membuat klien ketergantungan pada perawat

3) Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sesuai kemampuannya Rasional : Pelaksanaan aktivitas dapat membantu klien untuk mengembalikan kekuatan secara bertahap dan menambah kemandirian dalam memenuhi kebutuhannya

4) Anjurkan keluarga klien untuk selalu berada di dekat klien dan membantu memenuhi kebutuhan klien Rasional : Membantu memenuhi kebutuhan klien yang tidak terpenuhi secara mandiri

DIAGNOSA III Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri

Tujuan : Klien akan mengungkapkan pola tidurnya tidak terganggu

Kriteria Hasil :

· Klien dapat tidur 7-8 jam per hari

· Konjungtiva tidak anemis

Intervensi :

1) Kaji pola tidur

Rasional : Dengan mengetahui pola tidur klien, akan memudahkan dalam menentukan intervensi selanjutnya

2) Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang Rasional :Memberikan kesempatan pada klien untuk beristirahat

3) Anjurkan klien minum susu hangat sebelum tidur Rasional :Susu mengandung protein yang tinggi sehingga dapat merangsang untuk tidur

4) Batasi jumlah penjaga klien Rasional : Dengan jumlah penjaga klien yang dibatasi maka kebisingan di ruangan dapat dikurangi sehingga klien dapat beristirahat

5) Memberlakukan jam besuk Rasional : Memberikan kesempatan pada klien untuk beristirahat

6) Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat tidur Diazepam Rasional : Diazepam berfungsi untuk merelaksasi otot sehingga klien dapat tenang dan mudah tidur

DIAGNOSA IV Gangguan rasa nyaman : hipertermi berhubungan dengan proses infeksi

Tujuan : Klien akan menunjukkan tidak terjadi panas

Kriteria Hasil :

· Tanda-tanda vital dalam batas normal

· Klien tidak mengalami komplikasi

Intervensi :

1) Pantau suhu klien, perhatikan menggigil/diaforesis Rasional : Suhu diatas normal menunjukkan terjadinya proses infeksi, pola demam dapat membantu diagnosa

2) Pantau suhu lingkungan Rasional : Suhu ruangan harus diubah atau dipertahankan, suhu harus mendekati normal

3) Anjurkan untuk minum air hangat dalam jumlah yang banyak Rasional : Minum banyak dapat membantu menurunkan demam

4) Berikan kompres hangat Rasional : Kompres hangat dapat membantu penyerapan panas sehingga dapat menurunkan suhu tubuh

5) Kolaborasi pemberian obat antipiretik Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi pada hipothalamus

DIAGNOSA V

Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan

Tujuan : Klien akan menunjukkan kecemasan berkurang/hilang

Kriteria Hasil :

ü Ekspresi wajah tenang

ü Klien tidak sering bertanya tentang penyakitnya

Intervensi :

1) Kaji tingkat kecemasan klien

Rasional : Mengetahui sejauh mana kecemasan tersebut mengganggu klien

2) Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya

Rasional : Ungkapan perasaan dapat memberikan rasa lega sehingga mengurangi kecemasan

3) Mendengarkan keluhan klien dengan empati

Rasional : Dengan mendengarkan keluahan klien secara empati maka klien akan merasa diperhatikan

4) Jelaskan pada klien tentang proses penyakit dan terapi yang diberikan

Rasional : menambah pengetahuan klien sehingga klien tahu dan mengerti tentang penyakitnya

5) Beri dorongan spiritual/support

Rasional : Menciptakan ketenangan batin sehingga kecemasan dapat berkurang

DIAGNOSA VI

Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah

Tujuan : Klien akan mengungkapkan nutrisi terpenuhi

Kriteria Hasil :

ü Nafsu makan meningkat

ü Porsi makan dihabiskan

Intervensi :

1) Kaji status nutrisi klien

Rasional : Sebagai awal untuk menetapkan rencana selanjutnya

2) Anjurkan makan sedikit demi sedikit tapi sering

Rasional : Makan sedikit demi sedikit tapi sering mampu membantu untuk meminimalkan anoreksia

3) Anjurkan untuk makan makanan dalam keadaan hangat dan bervariasi

Rasional : Makanan yang hangat dan bervariasi dapat menbangkitkan nafsu makan klien

4) Timbang berat badan sesuai indikasi

Rasional : Mengevaluasi keefektifan atau kebutuhan mengubah pemberian nutrisi

5) Tingkatkan kenyamanan lingkungan termasuk sosialisasi saat makan, anjurkan orang terdekat untuk membawa makanan yang disukai klien

Rasional : Sosialisasi waktu makan dengan orang terdekat atau teman dapat meningkatkan pemasukan dan menormalkan fungsi makanan

DIAGNOSA VII

Risiko terjadi infeksi berhubungan dengan tindakan kuretase

Tujuan : Klien akan terbebas dari infeksi

Kriteria Hasil :

ü Tidak tampak tanda-tanda infeksi

ü Vital sign dalam batas normal

Intervensi :

1) Kaji adanya tanda-tanda infeksi

Rasional : Mengetahui adanya gejala awal dari proses infeksi

2) Observasi vital sign

Rasional : Perubahan vital sign merupakan salah satu indikator dari terjadinya proses infeksi dalam tubuh

3) Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan (luka, garis jahitan), daerah yang terpasang alat invasif (infus, kateter)

Rasional : Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan untuk melakukan tindakan dengan segera dan pencegahan komplikasi selanjutnya

4) Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat antibiotik

Rasional : Anti biotik dapat menghambat pembentukan sel bakteri, sehingga proses infeksi tidak terjadi. Disamping itu antibiotik juga dapat langsung membunuh sel bakteri penyebab infeks.

DIAGNOSA VIII

Risiko terjadinya gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan adanya perdarahan

Tujuan : Klien akan menunjukkan gangguan perfusi jaringan perifer tidak terjadi

Kriteria Hasil :

ü Hb dalam batas normal (12-14 g%)

ü Turgor kulit baik

ü Vital sign dalam batas normal

ü Tidak ada mual muntah

Intervensi :

1) Awasi tanda-tanda vital, kaji warna kulit/membran mukosa, dasar kuku

Rasional :Memberika informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menentukan intervensi selanjutnya

2) Selidiki perubahan tingkat kesadaran, keluhan pusing dan sakit kepala

Rasional : Perubahan dapat menunjukkan ketidak adekuatan perfusi serebral sebagai akibat tekanan darah arterial

3) Kaji kulit terhadap dingin, pucat, berkeringat, pegisian kapiler lambat dan nadi perifer lemah

Rasional :Vasokonstriksi adalah respon simpatis terhadap penurunan volume sirkulasi dan dapat terjadi sebagai efek samping vasopressin

4) Berikan cairan intravena, produk darah

Rasional : Menggantikan kehilangan daran, mempertahankan volume sirkulasi

5) Penatalaksanaan pemberian obat antikoagulan tranexid 500 mg 3×1 tablet

Rasional : Obat anti kagulan berfungsi mempercepat terjadinya pembekuan darah / mengurangi perarahan

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda, (2001), Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Penerbit Buku Kedokteran

EGC, Jakarta

Hamilton, C. Mary, 1995, Dasar-dasar Keperawatan Maternitas, edisi 6, EGC, Jakarta

Soekojo, Saleh, 1973, Patologi, UI Patologi Anatomik, Jakarta

Mochtar, Rustam, 1998. Sinopsis Obstetri, Jilid I. EGC. Jakarta

Johnson & Taylor, 2005. Buku Ajar Praktik Kebidanan. EGC. Jakarta

Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I. Media Aesculapius.